PARA AKADEMISI SIAP DUKUNG LEMBATA BERLAKUKAN KURIKULUM PENDIDIKAN MUATAN LOKAL PADA SETIAP SATUAN PENDIDIKAN (REFLEKSI SEMINAR NASIONAL BULAN BAHASA HARI PERTAMA, 23/10/2020)

 


Seminar Nasional memaknai Bulan Bahasa Tahun 2020 yang diselenggarakan oleh SMPN 1 NUBATUKAN -LEMBATA (Spensa Nubatukan) hari pertama telah berakhir. Seminar yang terselenggara berkat kerjasama manajemen Spensa Nubatukan bersama Komunitas Teater Perempuan Biasa Kupang serta Asosiasi Peneliti Bahasa Lokal (APBL), mendapatkan respon yang sangat luar biasa dari para akademisi hebat tanah air.

Seminar ini secara resmi dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga, Silvester Samun,SH, bertempat di studio Radio Spensa FM - Lewoleba. Dalam arahannya, Silvester mengajak seluruh guru di Kabupaten Lembata dan para stakeholder pendidikan untuk melihat kembali penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Lembata sesuai amanat Peraturan Daerah Kabupaten Lembata Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

Menurut beliau, pemerintah daerah sangat mendukung pemberlakuan dan pengembangan kurikulum yang baik di setiap satuan pendidikan di Kabupaten Lembata. Kurikulum yang baik harus selalu mempertimbangkan aspek tuntutan nasional dan kepentingan daerah (BAB X pasal 76). 

Namun dalam penerapannya hingga saat ini, desain kurikulum sesuai amanat Perda 12 tahun 2013 tentang pemberlakuan kurikulum muatan lokal Kabupaten Lembata belum juga terlaksana. Oleh karena itu, sangat diharapkan, hasil dari kegiatan seminar nasional ini harus berdampak pada lahirnya pemikiran atau gagasan yang bernas dan ilmiah, tentang bagaimana mendesain sebuah struktur Kurikulum Muatan Lokal Lembata.

Yang dimaksudkan dengan Kurikulum Muatan Lokal Lembata adalah sebuah kurikulum pendidikan yang diberlakukan di setiap sekolah dalam wilayah pendidikan di kabupaten Lembata yang mengangkat, memperkenalkan, meregenerasikan semua nilai adat, tradisi, budaya serta bahasa dalam komunitas masyaratkat Lamaholot-Kedang. 

Kurikulum Muatan Lokal Lembata diharapkan dapat menjadi jembatan peradaban, di mana generasi mileneal tidak kehilangan nilai-nilai luhur budaya tanahnya sendiri akibat pengaruh destruktif dari modernisasi dan globalisasi. 

" Saya sangat berharap, pada tahun pelajaran 2020/2021 mendatang, minimal Lembata sudah punya Kurikulum Pendidikan Muatan Lokal yang kita terapkan pada sekolah-sekolah. Hal ini harus kita mulai," ujar Silvester.

Harapan Kepala Dinas PKO Kabupaten Lembata mendapat respon dan dukungan yang sangat luar biasa dari para akademisi dan pakar budaya, yang hadir berbicara dengan tema dan sudut pandangnya masing-masing,  terkait pentingnya mengangkat nilai bahasa-budaya untuk diajarkan pada generasi mileneal melalui sebuah kurikulum pendidikan muatan lokal yang baik.



Christin Weking,S.S, salah satu pembicara seminar dari Kantor Bahasa NTT,  memberikan stresing terkait harapan Kepala Dinas PKO Kabupaten Lembata. Bahwa Kantor Bahasa akan siap membantu pemerintah daerah kabupaten Lembata, khususnya dinas pendidikan dan para gurunya untuk berkontribusi  menggali serta merumuskan semua kekayaan budaya Lembata dan merumuskannya ke dalam sebuah kurikulum pendidikan yang baik bagi generasi mendatang.

 Menurut Christin, data menunjukan bahwa belum banyak daerah kabupaten/kota dalam wilayah provinsi NTT yang punya kurikulum pendidikan muatan lokal sesuai budayanya sendiri. Padahal, banyak sekali kekayaan budaya daerah kita yang bisa digali untuk dibagikan kembali kepada generasi. Salah satunya, bahasa lokal. Andai Lembata sanggup merumuskan sebuah kurikulum pendidikan muatan lokal bagi generasinya, maka Lembata hebat.



Sementara itu, Dr. Lanny Koroh, coba mengangkat salah satu contoh topik sederhana yang bisa dimasukan sebagai isi dari kurikulum muatan lokal Lembata yakni menguak nilai spiritual-budaya yang terkandung di balik daun lontar. 

Mengusung judul "Lontar Dalam Komunitas Adat Lewuhala-Lembata", Lanny mencoba membangun sebuah pemahaman cerdas bahwa hal sesederhana pohon lontar, ternyata punya nilai spiritual-budaya yang sangat sakral di Lembata yang barangkali saat ini sudah tidak dipahami lagi secara baik oleh generasi. 

Dalam konteks komunitas masyarakat adat Lewuhala, dan mungkin juga lainnya, lontar adalah simbol mata air kehidupan yang harus tetap dijaga dan dilestarikan oleh generasi ke generasi. 

Ini adalah salah satu contoh teknik pendokumentasian yang baik terhadap nilai-nilai budaya yang dapat diajarkan pada anak cucu tanah Lembata, melalui pemebrlakuan Kurikulum Muatan Lokal.



Lain lagi, Dr. Robert Masreng, dosen pada Universitas Cendrawasih-Papua. Beliau mencoba membawakan sebuah contoh lain tentang bagaimana membuat sebuah analisis semantaik terkait nilai yang terkandung di balik 'darah' dalam konteks budaya. 

Dengan mengusung judul " Darah Dalam Perspektif Kultur Guyub Tutur Bahasa Kei: Analisis Semantik", Dr. Robert mengatakan bahwa sebenarnya, banyak nilai yang bisa digali di Lembata. 

Darah, misalnya. Orang Lembata tentu punya pemahaman yang berbeda secara adat-budaya terkait makna 'darah dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya'.  Dalam kaitan dengan pemberlakuan kurikulum muatan lokal bagi generasi di sekolah, nilai-nilai budaya seperti ini harus digali lebih. 



Sementara dari Kendari-Sulawesi Tenggara, seorang guru besar, Prof.Dr. Sidu La Ode mencoba menguatkan para guru di Lembata, bahwa ketika bahasa lokal/dialek lokal diangkat menjadi salah satu muatan inti dalam kurikulum pendidikan muatan Lokal di sekolah, haruslah diingat bahwa pengaruh iptek dan globalisasi telah banyak mengurangi bahkan menghilangkan unsur-unsur inti dari bahasa lokal itu sendiri. 

Banyak nilai yang telah tergerus. Hal tersebut secara sederhana dapat kita amati dalam bahasa tutur setiap generasi. Oleh karena itu, gali dan temukan kebenarannya, lalu dokumentasikan secara baik sebagai kekayaan Lembata yang harus dibagikan kepada generasi penerusnya.



Sementara itu, dalam pandangannya selaku guru besar dan penasihat Asosiasi Peneliti Bahasa Lokal, Prof.Dr. Aron Meko Mbete mencoba memberikan tips dan langkah kongkret bagaimana merawat budaya Lembata.

 Menurut beliau, bicara kurikulum muatan lokal suatu daerah, kita bicara budaya. Budaya adalah inti dari kurikulum mutan lokal. Karena budaya merupakan inti dari kurikulum, maka budaya perlu dirawat. Salah satu bentuk merawat budaya yang baik adalah mendokumentasikan semua unsur dan nilai yang terkandung di dalamnya secara baik dan benar pula. 

Lembata kaya sekali akan kekayaan budayanya. Kekayaan budaya Lembata ini akan terus dinikmati oleh generasi Lembata, kalau budayanya dirawat. Secara pribadi, beliau sangat mengapresiasi sikap pemerintah Lembata melalui Dinas Pendidikan yang akan memberlakukan kurikulum muatan lokal di sekolah. 

Beliau juga menyatakan kesiapannya untuk bersama barisan para akademisi serta pemerhati budaya-bahasa tanah air lainnya, untuk mendukung Lembata segera memiliki kurikulum tersebut.

Demikian beberapa inti dari pokok-pokok pikiran para ahli bahasa-budaya, yang secara luar biasa telah berbicara dalam Seminar Nasional Bulan Bahasa 2020, guna mendukung pemerintah Lembata, dalam memberlakukan kurikulum pendidikan muatan lokal di tahun pelajaran mendatang. 

Dan sesuai schedule, Seminar Nasional masih akan dikanjutkan di hari kedua, Sabtu, 24/10/2020 dengan menghadirkan para pembicara lokal yakni para guru hebat di Kabupaten Lembata. 

Para guru tersebut akan mencoba mempresentasikan beberapa kajian dan sudut pandang mereka terkait budaya Lembata. Apa yang akan meŕeka lakukan besok,  tentu akan menjadi bagian dari sejarah dan proses awal menuju pemberlakuan Kurikulum Muatan Lokal di Kabupaten Lembata. (M3)




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama