Menarik untuk ditelisik jejak perkembangan literasi di Kabupaten Lembata, khususnya pada Taman Baca Loang Pante. Sebuah taman baca yang didesain berbasis ecoliteracy di tepaian pantai, desa Wuakerong, Kecamatan Nagawutung, Kab.Lembata.
Sejak covid 19 merebak dan aktifitas persekolahan harus terhenti, geliat literasi pada Taman Baca Loang Pante justru sebaliknya. Hampir disetiap pagi dan petang, pantai selalu riuh ramai dengan suara girang anak-anak; layaknya suasana di sekolah di saat jam istirahat.
Anak-anak laki-laki bertelanjang kaki, berlari sambil berkejaran kian kemari. Sesekali berangkulan dan tertawa lepas. Terkadang harus jatuh dan bergulingan di atas lembutnya pasir pantai. Mereka tak peduli apa itu ketakutan. Mereka bahkan tak peduli apa itu kegelisahan dunia di sekitar mereka saat ini. Bagi mereka, dunia mereka tetap nyata dan tak pernah berubah. Dunia yang selalu menarik.
Sedang pada sudut pandang lain, di antara jejer biduk nelayan yang diparkir rapih, anak-anak perempuan duduk berkumpul sambil bercerita dan bersenda-gurau. Entah apa yang diperbincangkan, namun satu yang pasti mereka sedang belajar. Yah, semua mereka sedang belajar dari alam. Semuanya. Alam pantai yang terus menghidangkan segala kenikmatan raga dan rasa tanpa bosan pada dunia anak, seyogyanya merupakan "sekolah alam" yang tak pernah mati oleh ketakutan.
Ada beberapa 'bale-bale' bambu berdiri rapih di bawah naungan nyiur hijau di tepi pantai. Di sinilah, para pegiat literasi senantiasa setia menunggu dengan rindu datangnya anak-anak untuk membaca, setelah mereka puas bermain. Buku-buku bacaan ringan dan menarik bagi dunia mereka telah terhidang rapih dan siap dikonsumsi habis oleh anak-anak, berapa lama pun itu.
Setelah mendapatkan buku yang diinginkan, maka seketika pemandangan yang tersaji sungguh luar biasa. Masing-masing mereka mulai tenggelam dengan dunianya. Ada yang membaca bersama teman, ada yang membaca sambil bercerita, ada yang membaca sambil bersandar pada batang pohon kelapa, ada yang membaca sambil tidur-tiduran santai di dalam perahu nelayan, bahkan ada yang menggambar atau melukis apa saja yang ada dalam alam pikiran mereka.
Terlihat juga ada beberapa orang tua khususnya para ibu, yang senantiasa sabar menemani sang buah hati mereka belajar sambil bermain seperti ini. Para ibu ini dengan sendirinya, bersama para pegiat literasi Loang Pante, langsung bertindak selaku instruktur, guru, dan teman bermain anak-anak. Selalu sabar mereka melayani pertanyaan demi pertanyaan anak yang selalu suka ingin mencari tahu.
Kreatifitas para pegiat literasi Loang Pante memang sudah tidak diragukan lagi. Selalu ada saja hal baru yang menyenangkan bagi anak, yang disuguhkan setiap harinya. Mulai dari mendongeng, dramatisasi cerita, berpuisi, mengadakan lomba-lomba kreatifitas anak, bahkan hingga memahami psikologi anak melalui konseling ramah anak.
Para pegiat literasi Loang Pante umumnya adalah para guru hebat. Mereka juga hidup dan menetap di kampung tersebut. Kesederhanaan, kesabaran dan cinta mereka ternyata mampu memikat semua anak kampung untuk terus belajar tanpa henti. Mereka hadir sebagai guru penggerak yang betul-betul menginspirasi dunia anak. Dari alam mereka belajar. Dari alam mereka terinspirasi dan termotivasi. Dari alam mereka akan terus berbagi.
Rachman Firdaus: Kami Bangga Punya Mereka
Pernyataan ini disampaikan oleh Rachman Firdaus, seorang guru penggerak, pencetus dan pemrakarsa berdirinya Taman Baca Loang Pante. Kebanggan beliau tentu didasari pada geliat literasi dan dunia tumbuh kembang anak yang sangat progres pada komunitas lingkungan tempat tinggalnya.
Bagi Rachman, mendidik anak tidak harus di dalam suatu batasan ruang kelas dan jam belajar yang terstruktur seperti di sekolah. Belajar atau menimba ilmu tepatnya, bisa dilakukan di mana saja. Belajar bisa dilakukan di hutan, di kebun, di bawah pohon, di pasar, atau pun di tepian pantai layaknya anak-anak pada Taman Baca Loang Pante. Belajar bisa di mana saja, asal ada kemauan.
Alam sekitar adalah kelas yang merdeka. Kelas yang senantiasa menawarkan kebebasan untuk belajar. Alam sekitar juga sekligus merupakan guru terbaik sepanjang masa. Layaknya pada Taman Baca Loang Pante, laut dan segala isinya adalah guru sekaligus kelas dan materi belajar yang sangat dasyat.
Gemuruh gelombang laut mengajarkan bahwa hidup ini keras. Tidak ada sesuatu kesuksesan ini didapatkan secara santai. Semuanya butuh kerja keras dan penuh pengorbanan. Hanya nelayan tangguh yang sanggup menaklukan gelombang lauatan sajalah yang akan jadi pemenangnya. Pada garis pantai yang teduh di pagi hari, bersinar dan bening serupa kaca, serta hembusan bayu yang lembut, sebenarnya mengajarkan anak-anak untuk senantiasa bersyukur. Nikmat Tuhan senantisas ditemukan dalam keheningan.
Kehadiran Rachman Firdaus sang guru penggerak di komunitas Taman Baca Loang Pante sungguh menjadi motor penggerak hidupnya roh literasi dalam dunia anak. Pria berdarah Lamakera (Pulau Solor) yang kesehariannya adalah seorang guru mata pelajaran IPS pada SMPN 1 Nagawutung benar-benar menginspirasi. Ilmunya tidak ditutup dalam kepalan tangan. Ilmunya senantiasa diletakan di atas telapak tangan yang terbuka. Simbol pribadi yang senantiasa selalu memberi.
Taman Baca Loang Pante ft Taman Daun Lembata
Dalam melaksanakan aktifitas literasinya, ternyata Taman Baca Loang Pante juga bersinergi dengan komunitas-komunitas literasi lain di Kabupaten Lembata. Salah satunya adalah Komunitas Taman Daun-Lewoleba. Sebuah komunitas literasi dan kemanusiaan yang sangat 'care' pada dunia anak dan tumbuh kembangnya melalui giat literasi.
Banyak program, support dan aktifitas telah dilakukan bersama. Kehadiran dan suport Komunitas Taman Daun sungguh dirasakan oleh Taman Baca Loang Pante. Mulai dari support fisik menata, mendesain model taman baca, support buku-buku bacaan, hingga support sukarelawan literasi dari manca negara dilakukan oleh Komunitas Taman Daun dalam mendukung Taman Baca Loang Pante.
Kedua belah pihak berkomitmen untuk terùs bersama menghidupkan literasi pada Taman Baca Loang Pante. Ekoliteracy adalah model yang paling pas untuk dunia anak pada Komunitas Taman Baca Loang Pante.
Rachman Firdaus: Maukah Anda Menjadi Donatur Buku?
Pertanyaan ini sebenarnya keluar dari hati kecil yang memberontak dari seorang Rachman Firdaus. Mengapa tidak? Covid 19 telah melumpuhkan segalanya. Dunia pendidikan menjadi salah satu korban dengan kerugian terparah. Aktifitas persekolahan dan perkuliahan lumpuh total. Semuanya tak bernyawa.
Pemerintah masih terus memperpanjang program Belajar Dari Rumah (BDR) hingga saat ini. Bagi Rachman, Aktifitas BDR pada dunia anak, jika tidak dikemas secara baik akan sangat membosankan dan menyebabkan kekeringan motovasi dan semangat untuk belajar. Aktifitas BDR bisa dan harus disesain berbasi ecoliteracy.
Sudah saatnya, kelas-kelas konvensional harus ditutup demi keselamatan dan kesehatan anak-anak. Kelas normal mereka saat ini adalah belajar dari alam sekitar tempat tinggal mereka. Belajar dari komunitas mereka. Termasuk belajar juga dari kelompok bermain dan belajar pada komunitas ecoliteracy Taman Baca Loang Pante.
"Saat ini anak-anak kami butuh buku. Covid 19 boleh menyerang, membunuh dan menghancurkan setiap raga. Tapi sama sekali, ia tak mampu dan tak akan pernah bisa membunuh mimpi anak-anak ini. Jika anda sepakat dengan saya, salurkan donasimu dalam bentuk buku-buku bacaan lepas, maupun media belajar lain yang menyenangkan pada komunita Taman Baca Loang Pante dengan alamat:
"KOMUNITAS TAMAN BACA LOANG PANTE
d/a. Desa Wuakerong -Kecamatan Nagawutung
Kabupaten Lembata - Nusa Tenggara Timur
INDONESIA ", ujar Rachman Firdaus sang guru penggerak.
Salut untuk semua pegiat Literasi di Kabupaten Lembata, khususnya para guru hebat dan guru penggerak di komunitas Taman Baca Loang Pante. Salam literasi 👆 (M3)
Tags
OPINI