Oleh: Petrus Kanisius Nama Doni
Guru dan Pemerhati Pendidikan Matematika
Ungkapan-ungkapan seperti itu sering terdengar di kelas
maupun rumah. Tidak sedikit siswa yang membenci matematika bukan karena tidak
mampu, melainkan karena tidak pernah benar-benar memahami. Akar persoalannya
bukan semata pada siswa, tetapi pada cara kita mengajarkan matematika: kaku,
simbolik, dan terlalu cepat melompat ke tingkat abstraksi tinggi.
Padahal, matematika bukan sekadar kumpulan rumus, tetapi
cara berpikir. Dan seperti semua cara berpikir, ia bisa dilatih secara
menyenangkan—asal metode mengajarnya tepat.
Matematika yang Asing di Kepala Anak
Masalah utama pembelajaran matematika kita selama ini adalah
minimnya keterkaitan dengan kehidupan nyata. Anak-anak dipaksa memahami
pecahan, bilangan negatif, atau koordinat kartesius tanpa tahu gunanya dalam
keseharian. Matematika menjadi bahasa asing yang tak punya makna personal.
Apalagi, pendekatan pembelajarannya masih didominasi hafalan
rumus dan drilling soal. Hasilnya? Banyak siswa merasa bahwa mereka "tidak
berbakat" dalam matematika, padahal masalahnya bukan pada
otaknya melainkan pada metodenya.
GASING: Gampang, Asyik, Menyenangkan
Salah satu pendekatan yang menawarkan alternatif segar
terhadap krisis pembelajaran matematika ini adalah metode GASING singkatan dari
Gampang, Asyik, dan Menyenangkan. Dikembangkan oleh Prof. Yohanes Surya, metode
ini bertumpu pada prinsip dasar bahwa semua anak bisa matematika, asalkan
diajarkan dengan cara yang sesuai dengan tahapan berpikir mereka.
Alih-alih langsung memberikan simbol dan rumus, GASING
memulai dari aktivitas konkret: benda-benda nyata, permainan pola, dan
visualisasi. Anak diajak menyentuh, melihat, dan merasakan konsep matematika.
Setelah itu barulah naik ke representasi gambar (semi-konkret), lalu menuju
simbol (abstrak). Pendekatan ini sejalan dengan metode
Concrete Pictorial Abstract (CPA) yang diterapkan di berbagai negara dengan
performa matematika tinggi.
Dari Paparan ke Pemahaman
Di banyak kelas konvensional, siswa menerima matematika dalam
bentuk paparan. Guru menerangkan, siswa mencatat, lalu mengerjakan soal. Dalam
metode GASING, anak dilibatkan aktif sejak awal. Guru bukan sekadar penyampai
informasi, melainkan fasilitator berpikir.
Anak belajar perkalian dengan menyusun kelompok benda, bukan
langsung menghafal tabel. Mereka belajar pecahan dengan membagi kue sungguhan,
bukan hanya menggambar lingkaran di kertas. Dengan begitu, konsep tumbuh dari
pengalaman, bukan dari hafalan kosong.
Hal inilah yang mengurangi rasa takut pada matematika.
Karena ketika anak berhasil menyelesaikan persoalan secara logis dan konkret,
mereka akan merasa percaya diri. Dari percaya diri inilah tumbuh ketertarikan.
Pengalaman di Daerah Tertinggal
Metode GASING telah diterapkan di berbagai daerah tertinggal
di Indonesia: dari Papua, Maluku, hingga pelosok Nusa Tenggara Timur. Hasilnya
mengejutkan. Anak-anak yang semula tidak bisa membaca angka, dalam beberapa
bulan mampu menyelesaikan operasi bilangan dan soal cerita dengan cepat.
Hal ini menunjukkan satu hal penting: masalah matematika di
Indonesia bukan terletak pada anaknya, melainkan pada cara mengajarnya. Ketika
metode diajarkan dengan berjenjang, konkret, dan menyenangkan, maka semua anak
bisa matematika terlepas dari latar belakang ekonomi, bahasa ibu, atau lokasi
geografis mereka.
Saatnya Guru Didukung Berinovasi
Sayangnya, inovasi metode seperti GASING masih jarang
diadopsi secara sistemik. Banyak guru ingin mencoba, tetapi tidak mendapatkan
pelatihan. Banyak sekolah antusias, tetapi tidak memiliki akses terhadap sumber
daya atau kebijakan yang mendukung.
Pemerintah dan pemangku kebijakan pendidikan semestinya
melihat GASING (dan pendekatan serupa) sebagai investasi strategis. Jika kita
ingin memperbaiki mutu matematika nasional, maka mulailah dari pelatihan guru.
Bukan hanya pada materi ajar, tetapi pada cara mengajar yang memerdekakan
pikiran anak.
Akhir Kata
Matematika bukan musuh. Ia hanya tampak menakutkan karena
sering diajarkan dengan cara yang tidak ramah. Dengan mengubah
pendekatan seperti melalui metode GASING kita bisa membantu anak-anak melihat
bahwa matematika itu masuk akal, bisa dipelajari, dan bahkan menyenangkan.
Tugas kita sebagai pendidik, orang tua, dan pembuat kebijakan adalah menghadirkan matematika yang memanusiakan siswa. Bukan menjejalkan rumus, tetapi menumbuhkan logika dan rasa ingin tahu.
Jika itu berhasil, barangkali suatu hari nanti, anak-anak akan berkata,