Hingga awal bulan September 2020 ini, hampir semua satuan pendidikan jenjang SMP/MTs di Kabupaten Lembata, telah menerapkan belajar dengan sistem tatap muka. Kebijakan ini diterapkan sebagai jawaban atas regulasi SKB 4 menteri yang telah mengijinkan daerah-daerah di tanah air dengan kategori zona hijau atau pun kuning, bisa melaksanakan belajar tatap muka di kelas dengan syarat dan ketentuan khusus.
Penerapan belajar dengan sistem tatap muka di kelas memang sangat dirindukan dan diharapkan oleh seluruh siswa dan orang tua/wali. Hampir lima bulan berada di rumah dan belajar dari rumah (BDR) telah menimbulkan banyak persoalan baru. Baik itu pada dunia anak dan segala pemenuhan hak-haknya hingga orang tua/wali dan segala persoalan dalam mendampingi anak belajar di rumah. Tentu, keputusan pemerintah mengijinkan belajar di sekolah bagi siswa dan guru di zona hijau dan kuning, serasa seperti angin segar di tengah gerahnya persoalan pendidikan di masa covid-19.
Namun, pertanyaan mendasar setelah kebijakan ini diberlakukan adalah, apakah semua warga belajar di semua satuan pendidikan telah siap masuk dalam suatu budaya baru, dalam tatanan kehidupan yang baru pula, di mana disiplin adalah satu-satunya parameter utama?
Catatan kritis bagi seluruh komponen pembelajaran adalah penerapan disiplin tinggi masih jauh dari yang diharapkan.
Pada kenyataannya, masih ada peserta didik, pendidik dan tenaga pendidikan yang datang terlambat ke sekolah. Padahal di era kehidupan persekolahan yang baru seperti saat ini, seluruh warga belajar harus sudah ada di sekolal lebih awal, menerapkan protokol covi-19 secara ketat, dimulai dari wajib mengenakan masker datang ke sekolah, pengukuran suhu, pendataan suhu tubuh ke dalam register sekolah, mencuci tangan dan masuk ke ruang belajar dengan tertib. Belum lagi, jam pelajaran atau waktu tatap muka pun dipersingkat dari jam normal sebelumnya. Logikanya, siswa atau guru yang disiplin datang ke sekolah tepat waktu, akan memanfaatkan limit waktu belajar secara maksimal, meski singkat. Sebaliknya, yang tidak disiplin masuk sekolah akan tetap tertinggal dan semakin terus tertinggal.
Ini baru soal disiplin masuk dan keluar sekolah tepat waktu. Bagaimana dengan yang lain?
Disiplin mengenakan masker? Ini juga masih menjadi catatan kritis. Masker belum dilihat sebagai kebutuhan utama warga belajar di masa pandemi covid-19. Masih ada anak yang datang ke sekolah dengan tidak mengenakan masker. Ada juga yang menyimpan masker di dalam tas atau saku celana. Ketika hendak memasuki gerbang sekolah, baru maskernya dikeluarkan dan dikenakan. Mengenakan masker masih sebatas formalitas. Mengenakan masker hanya untuk kepentingan 'pemeriksaan' di areal sekolah, bukan sebagai 'kebutuhan' pokok anak pada kehidupan yang baru. Padahal, jelas fungsi masker adalah benteng paling pertama dalam melindungi tubuh dari masuknya virus melalui jalan pernafasan atau rongga mulut.
Disiplin social and phsysical distancing di areal sekolah? Ini juga masuk dalam catatan longgarnya disiplin personal maupun kolektif warga belajar. Hampir lima bulan lebih, sejak Maret 2020 silam, berada di rumah, tentu menimbulkan kejenuhan dan rasa rindu yang luar biasa dalam diri anak. Ada kerinduan kepada sesama teman belajar, juga kerinduan pada guru dan sekolahnya. Perasaan rindu yang tidak bisa dibendung, mengakibatkan kecenderungan anak tidak lagi patuh pada protokoler covid -19 di sekolah. Disiplin dalam menjaga jarak sosial dan fisik tidak lagi diperhatikan secara baik. Apabila lepas kontrol, atau pengawasan dari para guru, maka kehidupan sosial anak akan kembali lagi seperti sebelum pandemi covid-19.
Tentang disiplin dalam hal pemenuhan semua 'self need' atau kebutuhan pribadi anak?? Barangkali ini juga masih mendapat catatan kritis untuk dipatuhi bersama. Bahwa pada era kehidupan baru seperti saat ini, budaya sosial yang selama ini biasa ditekankan, harus berani dibelokan ke budaya individu yang ketat demi kebaikan sosial, atau kebaikan bersama. Praktisnya, semua kebutuhan pribadi anak harus disiapkan secara baik oleh orang tua, mulai dari rumah. Perbekalan, snack dan makan, alat tulis dan semua kebutuhan belajar, serta alat-alat kesehatan dan pelindung diri secara pribadi harus dipastikan tersedia mulai dari rumah. Disiplin menyipakan dan menggunakan seluruh kebutuhan secara sendiri-sendiri memang harus dibudayakan dari rumah dan diingatkan serta dipantau secara baik oleh seluruh komponen pendidikan. Tujuannya cuma satu, mata rantai covid-19 bisa diputuskan mulai dari hal terkecil termasuk di areal sekolah.
Disiplin memang merupakan satu-satunya kunci menyukseskan belajar di masa pandemi covid-19 seperti sekarang, baik itu belajar dari rumah maupun belajar tatap muka di sekolah. Disiplin tidak sekedar slogan yang tertulis di atas sebuah protap atau POS sekolah. Disiplin harus menjadi kebutuhan pokok. Sinergitas semua komponen pendidikan mulai dari orang tua di rumah, guru-guru di sekolah hingga interfensi pemerintah setempat dalam membudayakan dan memantau praktek disiplin warga belajar, sangat diperlukan saat ini. Semua pihak harus merasa 'terusik' jika melihat praktek kehidupan yang 'tidak disiplin' harus terjadi di areal sekolah. Harus itu!
(M3)